Seorang Pujangga yang dikenal karena syair-syair puisinya pulang dari Merantau. Di sebuah jembatan sungai yang deras, dia melihat seorang cewek sedang terisak menangis dipinggir jembatan.
Sang pujangga mulai melancarkan jurus syair mautnya: "Duhai wanita idaman, sedang apakah gerangan dinda berdiri di sana?"
Cewek : "Jangan cegah saya! Saya Mau bunuh diri!"
Pujangga: "Baiklah, kanda tidak akan mencegah, namun sudilah berikan kecupan dinda yang terakhir sebagai kenangan..."
Tanpa ragu sang cewek menghampiri Pujangga, dan memberikan kecupan yang sangat mesra dan bergairah di bibirnya, dan pujanggapun membalas melumat bibir dan lidah si gadis yang mulai mendesah-desah membangkitkan birahi. Setelah sekian lama mereka berciuman sang pujanggapun bertanya kembali,
Pujangga: "Dinda, sungguh lembut nan nikmatnya kecupanmu. Satu hal yang kanda mau tanya, kenapa dinda mau bunuh diri?"
Sambil terisak-isak dalam tangis si cewek menjawab...
"Hidup saya sudah tidak berarti Bang. Kedua orang tua saya melarang saya berdandan seperti wanita... hiks hiks..."
Pujangga: "Cuih! Cuih! Asem kampreet... Banci sialaaan lu!!"
No comments:
Post a Comment